Biografi Dan Profil Lengkap Jenderal Besar Abdul Haris Nasution dan Peran Abdul Haris Nasution dalam Kemerdekaan Indonesia
InfoBiografi.Com – Jenderal Besar TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution ialah seorang pahlawan nasional Indonesia yang merupakan salah satu tokoh yang menjadi incaran dalam peristiwa G30S, namun yang menjadi korban justru putrinya yaitu Ade Irma Suryani Nasution dan juga ajudannya yaitu Kapten Czi. (Anumerta) Pierre Andreas Tendean. Abdul haris Nasution juga merupakan konseptor dwifungsi ABRI yang Ia sampaikan pada tahun 1958 dan kemudian dipaki selama pemerintahan presiden Soeharto.
Pada 5 Oktober 1997 atau pada saat ulang tahun ABRI, bersama dengan Soeharto dan Soedirman, Ia dianugrahi pangkat kehormatan Jenderal Besar.
Profil Singkat Abdul Haris Nasution
Nama: Jenderal Besar TNI (Purn.) Abdul Haris Nasution
Lahir: Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara, 3 Desember 1918
Meninggal : Jakarta, 5 September 2000 (umur 81)
Pasangan : Johanna Sunarti
Anak:
- Hendrianti Saharah
- Ade Irma Suryani
Agama : Islam
Pendidikan :
- HIS, Yogyakarta (1932)
- HIK, Yogyakarta (1935)
- AMS Bagian B, Jakarta (1938)
- Akademi Militer, Bandung (1942)
- Doktor HC dari Universitas Islam Sumatera Utara, Medan (Ilmu Ketatanegaraan, 1962)
- Universitas Padjadjaran, Bandung (Ilmu Politik, 1962)
- Universitas Andalas, Padang (Ilmu Negara 1962)
- Universitas Mindanao, Filipina (1971)
Karier :
- Guru di Bengkulu (1938)
- Guru di Palembang (1939-1940)
- Pegawai Kotapraja Bandung (1943)
- Divisi III TKR/TRI, Bandung (1945-1946)
- Divisi I Siliwangi, Bandung (1946-1948)
- Wakil Panglima Besar/Kepala Staf Operasi MBAP, Yogyakarta (1948)
- Panglima Komando Jawa (1948-1949)
- KSAD (1949-1952)
- KSAD (1955-1962)
- Ketua Gabungan Kepala Staf (1955-1959)
- Menteri Keamanan Nasional/Menko Polkam (1959-1966)
- Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1962-1963)
- Wakil Panglima Besar Komando Tertinggi (1965)
- Ketua MPRS (1966-1972)
Profil Lengkap Abdul Haris Nasution
Kehidupan Awal
Abdul Haris Nasution Lahir di Desa Hutapungkut, Kotanopan, Mandailing Natal, Sumatera Utara pada 3 Desember 1918. Ia lahir dari keluarga batak muslim, Ia merupakan anak kedua dan anak laki-laki tertua di keluarganya. Ayah Nasution merupakan seorang pedagang dan juga anggota Sarekat Islam. Ayahnya yang sangat religius, menginginkan Nasution untuk belajar di sekolah agama namun sang ibu menginginkan agar dia sekolah kedokteran di Batavia. Setamat dari sekolah pada 1932, Ia mendapatkan beasiswa untuk belajar mengajar di Bukit Tinggi.
Pada tahun 1935, Nasution pindah ke Bandung untuk melanjutkan pendidikannya dan Ia tinggal disana selama 3 tahun. Keinginannya untuk menjadi seorang guru lama kelamaan memudar saat ketertarikan dalam bidang politiknya tumbuh. Setelah lulus pada tahun 1937, Ia kembali ke Sumatera dan mengajar di Bengkulu. Setahun kemudian Ia pindah mengajar ke Tanjung Raja dekat Pelembang. Namun minatnya pada politik dan militer lebih besar.
Pada tahun 1940, Jerman Nazi menguasai Belanda dan pemerintah kolonial Belanda membentuk korps perwira cadangan yang menerima orang Indonesia. Kemudian Nasution bergabung dan dikirim ke Akademi Militer Bandung untuk pelatihan. Pada September 1940, Ia dipromosikan menjadi Kopral dan 3 bulan kemudian ia menjadi sersan. kemudian Ia menjadi seorang perwira di KNIL atau Koninklijk Nederlands-Indische Leger. Pada tahun 1942, Jepang menduduki Indonesia, lalu Nasution ditugaskan ke Surabaya untuk mempertahankan pelabuhan. Nasution kembali ke Bandung untuk bersembunyi karena takut ditangkap oleh Jepang. Tapi kemudian Ia membantu milisi Peta namun tidak benar-benar menjadi anggota.
Pejalanan Karier Militer
Setelah proklamasi kemerdekaan Indonesia, Nasution bergabung dengan TKR atau tentara keamanan Rakyat dan pada Mei 1948 Ia diangkat menjadi Panglima Regional Divisi Siliwangi yang menjaga keamanan Jawa Barat. Pada tahun 1948, Nasution naik jabatan menjadi wakil Panglima TKR meskipun hanya berpangkat.
Pada tahun 1950, Nasution menjabat sebagai Kepala Staf Angkatan Darat dan T.B Simatupang menggantikan Soedirman yang telah meninggal sebagai Kelapa Staf Angkatan Perang. Pada tahun 1952, Nasution dan Simatupang memutuskan untuk mengadopsi kebijakan restrukturisasi dan reorganisasi ABRI untuk menciptakan tentara yang lebih kecil tetapi yang lebih modern dan profesional.
Pada 17 Oktober 1952, Nasution dan Simatupang memobilisasi pasukan mereka dalam unjuk kekuatan, mereka memprotes campur tangan sipil dalam urusan militer, pasukan Nasution dan Simatupang mengelilingi Istana Kepresidenan dan mengarahkan moncong meriam ke Istana dengan permintaan agar Soekarno membubarkan DPR. Lalu Soekarno keluar dari Istana Kepresidenan dan meyakinkan baik tentara dan warga sipil untuk pulang serta Nasution dan Simatupang telah dikalahkan. Nasution dan Simatupang kemudian diperiksa oleh Jaksa Agung Suprapto. Pada Desember 1952, mereka berdua kehilangan posisi di ABRI dan diberhentikan dari ikatan dinas.
Ketika bukan laki KSAD, Nasution menulis buku berjudul Pokok-Pokok Gerilya. Buku ini ditulis berdasarkan pengalamannya yang berjuang dan mengorganisir perang gerilya selama Perang Kemerdekaan Indonesia.
Setelah 3 tahun pengasingan. pada 27 Oktober 1955, Nasution diangkat kembali menjadi KSAD. Pada tahun 1958, Nasution menyampaikan pidato di Magelang, Jawa Tengah, Nasution menyatakan bahwa ABRI harus mengadopsi “jalan tengah” dalam pendekatan terhadap bangsa. Menurutnya, ABRI tidak harus di bawah kendali sipil. Pada saat yang sama, ABRI tidak boleh mendominasi bangsa dengan sedemikian rupa sehingga menjadi sebuah kediktatoran militer.
Pada 5 Juli 1959, Soekarno mengeluarkan dekret yang menyatakan bahwa Indonesia sekarang akan kembali ke UUD 1945 yang asli. Ahmad Haris Nasution diangkat menjadi Menteri Pertahanan dan Keamanan di Kabinet Soekarno dan Ia tetap memegang jabatan sebagai Kepala Staf Angkatan Darat.
Pada Juli 1962, Soekarno mereorganisasi struktur. Kepala cabang Angkatan Bersenjata akan ditingkatkan dari kepala staf menjadi panglima, Soekarno sebagai Panglima Tertinggi ABRI dan Nasution ditunjuk sebagai kepala staf ABRI.
Percobaan Penculikan Oleh Pasukan Gerakan 30 September
Pada pagi hari 1 Oktober 1965, pasukan yang menamai dirinya Gerakan 30 September mencoba untuk menculik 7 perwira Angkatan Darat yang anti komunis dan Nasution masuk dalam daftarnya. Pada pukul 04:00, pasukan yang dipimpin oleh Letnan latief untuk menangkap Nasution menuju rumah Nasution yang berada di jalan Teuku Umar no.40 dengan mengendarai empat truk dan dua mobil militer .
Penjaga rumah di pos jaga luar melihat kendaraan datang, namun setelah melihat yang datang adalah para tentara ia tidak curiga dan tidak menelepon atasannya yaitu Sersan Iskaq. Sersan Ishaq berada di ruang jaga di ruang depan bersama dengan 6 tentara dan beberapa di antaranya sedang tidur. Seorang penjaga sedang tidur di taman depan dan satu lagi sedang bertugas di bagian belakang rumah. Dalam sebuah pondok terpisah, dua ajudan Nasution sedang tidur yaitu seorang letnan muda bernama Pierre Tendean, dan ajun komisaris polisi Hamdan Mansjur.
Nasution dan istrinya terganggu oleh nyamuk dan terjaga. Nyonya Nasution yang mendengar pintu dibuka paksa ia bangun dari tempat tidur untuk memeriksa dan membuka pintu kamar tidur, ia melihat tentara Cakrabirawa dengan senjata siap menembak lalu ia berteriak pada suaminya. Nasution yang ingin melihatnya namun saat membuka pintutentara menembak ke arahnya. Sang istri menyuruh suaminya untuk keluar memalui pintu lain, Nasution berlari ke halaman rumah menuju dinding pemisah antara rumahnya dengan Kedutaan Besar Irak. Tentara menemukannya dan menembaknya namun meleset, lalu nia memanjat dinding dan Ia tidak dikejar.
Seluruh penghuni rumah termasuk ibu dan adik Nasution, Mardiah ketakutan, lalu ia berlari ke kamar Nasution dan membawa putri bungsu Nasution yaitu Irma yang baru berusia 5 tahun. Saat mencoba mencari tempat yang aman, seorang kopral penjaga istana melepaskan tembakan dan Irma tertembak dengan 3 peluru dipunggunggnya. Sementara putri Sulung Nasution, Hendrianti Saharah Lari bersama dengan pengasuhnya ke pondok ajudan dan bersembunyi di bawah tempat tidur.
Ajudan Nasution yaitu Tendean mengambil senjatanya dan lari dari rum,ah namun baru beberapa langkah ia tertangkap. Setelah menyuruh suaminya pergi, Ia masuk ke rumah dan membawa putrinya yang terluka. Saat menelpon dokter pasukan cakrabirawa memaksa Ia untuk memberi tahu dimana suaminya lalu ia menjawab bahwa suaminya berada di luar kota. Pasukan cakrabirawa kemudian pergi dari rumah Nasution dan membawa Tendena bersama mereka. Nyonya Nasution kemudian ke rumah sakit pusat angkatan darat membawa putrinya yang terluka.
Nasution yang bersembunyi hingga pukul 06:00, saat kembali ke rumahnya dalam keadaan patah pergelangan kaki. Nasution menguruh ajudannya untuk membawanya ke Departemen Pertahanan dan Keamanan. Pada tanggal 2 Oktober pukul 06:00, Gerakan 30 September berhasil dikalahkan.
Beberapa Minggu setelah G30S, Nasution berusaha melobi Soekarno agar menjadikan Soeharto sebagai Panglima Nagkatan Darat dan pada 14 Oktober 1965, Soeharto diangkat sebagai Panglima Angkatan Darat. Pada Februari 1966, Nasution tidak lagi menjabat Menteri Pertahanan dan Keamanan dalam perombakan kabinet dan juga posisi Kepala Staf ABRI dihapuskan. Harapan untuk melakukan sesuatu telah hilang, para perwira dan juga gerakan mahasiswa berada dibelakang Soeharto, walaupun begitu Ia tetap menjadi tokoh yang dihormati. Nasution di nominasikan untuk posisi ketua MPRS oleh semua fraksi di MRPS dan ia menjadi ketua MPRS.
Walaupun di bantu oleh Nasution, Soeharto menganggap Nasution sebagai saingan. Pada 1969, Nasution dilarang berbicara di Akademi Militer dan Seskoad dan pada 1971 Nasution diberhentikan dari dinas militer. Pada tahun 1972, posisi Ketua MPRS digantikan oleh Idham Chalid. Karena jatuh dari kekuasaan tersebut, Ia mendapat julukan Gelandangan Politik.
Wafatnya Jenderal A.H. Nasution
Pada 6 September 2000, setelah menderita Stroke dan koma, Ahmad Haris Nasution meninggal. Kemudian Ia di makamkan di TMP Kalibata, Jakarta Selatan.
Originally posted 2024-05-11 05:09:24.